Mengungkap Kesalahpahaman Publik Tentang Vonis Hukuman Penjara Seumur Hidup
Oleh: Farhan Al Farizi – Relawan PKBH UINSSC
Hukuman penjara seumur hidup kerap menjadi sorotan publik setiap kali dijatuhkan kepada pelaku kejahatan, namun kesalahpahaman masih luas mengenai makna vonis ini. Banyak yang keliru menganggap “seumur hidup” berarti lama penjara disesuaikan dengan usia terpidana saat divonis. Sebagai contoh, jika usia pelaku kejahatan 20 tahun, maka mereka beranggapan hukuman penjara hanya akan berlangsung 20 tahun saja. Padahal hukum positif Indonesia secara tegas mendefinisikan penjara seumur hidup sebagai pidana yang dijalani hingga terpidana meninggal dunia, bukan dibatasi usia atau sisa harapan hidup.
Narasi keliru di masyarakat sering menganggap hukuman ini hanya simbolik dan bisa berakhir sewaktu-waktu, padahal sebaliknya, penjara seumur hidup merupakan hukuman terberat kedua setelah hukuman mati dengan tujuan memisahkan terpidana dari masyarakat tanpa batas waktu. Kesalahpahaman ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, sehingga pemahaman yang benar tentang vonis penjara seumur hidup penting untuk memastikan masyarakat memiliki persepsi yang sesuai dengan hukum dan tujuan pemidanaan.
Konsep dan Definisi Penjara Seumur Hidup dalam Hukum Positif Indonesia
Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”, yang berarti semua tindakan di Indonesia harus sesuai aturan hukum, dan pelanggar akan dikenai sanksi. Individu yang terbukti melanggar akan berhadapan dengan hukum pidana, cabang hukum yang mengatur perbuatan melawan hukum, dengan klasifikasi delik umum dan khusus. Teori hukum pidana menyatakan sanksi sebagai reaksi atas delik, mencakup cara pelaksanaan (straafmodus), jenis (strafsoort), dan lamanya hukuman (strafmaat).
Perbuatan pidana yang diduga dilakukan tersangka akan diproses melalui fungsi hukum pidana berupa penjatuhan sanksi sesuai kejahatan. KUHP mengatur pidana pokok seperti tutupan, denda, kurungan, penjara, dan hukuman mati. Hukum pidana berfungsi sebagai ultimum remedium ketika cara penyelesaian lain tidak efektif. Pidana penjara seumur hidup menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP sering dijadikan alternatif oleh hakim daripada pidana mati, dengan konsekuensi terpidana kehilangan kebebasan seumur hidup kecuali jika meninggal, sedangkan pidana mati menunggu eksekusi dari jaksa. Keduanya sama-sama menimbulkan penderitaan psikis dan fisik bagi terpidana.
Dalam praktiknya, pidana penjara seumur hidup umumnya dijatuhkan kepada pelaku tindak kejahatan berat seperti pembunuhan berencana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP, atau kasus korupsi besar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman seumur hidup ini berarti terpidana akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) KUHP, pidana penjara dapat berupa hukuman seumur hidup atau hukuman dengan jangka waktu tertentu.
Ketentuan umum mengenai pidana penjara tercantum dalam Pasal 12 KUHP yang menyebutkan:
- Pidana penjara dapat dijatuhkan seumur hidup atau untuk waktu tertentu;
- Lamanya pidana penjara waktu tertentu paling singkat satu hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut;
- Namun, untuk kejahatan dengan ancaman pidana mati atau pidana seumur hidup, pidana waktu tertentu dapat dijatuhkan hingga 20 tahun, begitu pula apabila terjadi perbarengan kejahatan (concursus), pengulangan tindak pidana (residive), atau dalam keadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 52 dan 52a;
- Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun
Berdasarkan Pasal 12 KUHP mengenal dua jenis pidana penjara, yaitu pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, di mana Pasal 12 ayat (4) secara tegas membatasi pidana waktu tertentu maksimal dua puluh tahun. Padahal jika dicermati lebih teliti terhadap Pasal 12 menunjukkan bahwa pidana seumur hidup tidak bisa disamakan dengan lamanya usia terpidana saat dijatuhi vonis. Jika seorang terpidana berusia 30 tahun dan dihukum penjara 30 tahun, maka itu masuk kategori pidana waktu tertentu, bukan seumur hidup, dan jelas melanggar ketentuan maksimal dalam Pasal 12 ayat (4).
Begitu pula jika hakim menjatuhkan pidana seumur hidup kepada pelaku yang berusia 18 tahun, padahal dapat saja langsung menjatuhkan pidana 18 tahun tanpa menyebut “seumur hidup”. Oleh karena itu, pidana penjara seumur hidup harus dipahami sebagai hukuman yang dijalani hingga akhir hayat terpidana. Ini diperkuat oleh sifatnya yang indeterminate, yaitu tanpa batas waktu pasti, berbeda dari pidana waktu tertentu yang memiliki orientasi rehabilitatif, sedangkan pidana seumur hidup lebih ditujukan untuk melindungi masyarakat dari pelaku kejahatan berat.
Harmonisasi Persepsi Publik dan Realitas Hukum
Harmonisasi antara persepsi publik dan realitas hukum tidak dapat terjadi secara instan. Diperlukan pendekatan multidimensi yang melibatkan peran aktif berbagai pihak, mulai dari aparat penegak hukum, akademisi, media massa, hingga lembaga pendidikan, untuk memberikan pemahaman hukum secara objektif dan mudah dipahami. Edukasi hukum yang bersifat inklusif dan komunikatif perlu terus didorong agar masyarakat dapat memahami bahwa pidana seumur hidup adalah bentuk hukuman serius, berdampak berat, dan tidak dapat disamakan dengan pidana waktu tertentu.
Dengan terciptanya pemahaman yang selaras antara masyarakat dan sistem hukum, diharapkan lahir sikap kritis sekaligus konstruktif terhadap putusan-putusan hukum yang dijatuhkan, sehingga tujuan utama pemidanaan, yakni menegakkan keadilan, melindungi masyarakat, dan mendorong ketertiban umum dapat terwujud secara berkelanjutan. Oleh karena itu, memperkuat literasi hukum publik bukan hanya menjadi kebutuhan, tetapi juga merupakan strategi penting dalam menjaga marwah hukum dan supremasi keadilan di Indonesia.
Sumber:
Theresia Panni Koresy Marbun, Mitro Subroto, “Pidana Seumur Hidup, Konfigurasi Dilematis Antara Hukuman atau Kemanusiaan” Jurnal Gema Keadilan, Vol. 8 No. 2, (2021).
Rizqi Mely Trimiyati, Mitro Subroto, “Pidana Seumur Hidup dalam Dimensi Sistem Pemasyarakatan” Supremasi Jurnal Hukum, Vol. 04, No.1, (2021).
https://www.hukumonline.com/berita/a/berapa-lama-hukuman-penjara-seumur-hidup-ini-penjelasan-hukumnya-lt64d332675e1f0/ (diakses pada 01 Juli 2025).
https://pid.kepri.polri.go.id/penjara-seumur-hidup-dalam-dalam-pasal-12-ayat-1-kuhp/ (diakses pada 01 Juli 2025).
Ricky Gunawan, Kertas Kebijakan: Mendorong Komutasi Pidana Mati dan Penjara Seumur Hidup yang Efektif, Berkeadilan, dan Bermartabat, Jakarta: LBHM dan PBHI, 2024.