Jl. Kandang Perahu No. 23, Karyamulya, Kec. Kesambi, Kota Cirebon 0822-3014-4449 / 0896-0604-2157 Email: pkbh.syekhnurjati@gmail.com
nikah muda

MAU NIKAH MUDA? EITS, TAHAN DULU! SEKARANG MINIMAL USIA NIKAH 19 TAHUN!

MAU NIKAH MUDA? EITS, TAHAN DULU! SEKARANG MINIMAL USIA NIKAH 19 TAHUN!

Oleh: Sri Wahyuni – Relawan PKBH

 

Dulu, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menetapkan batas minimal usia menikah: 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Tapi kenyataannya, banyak anak (bahkan yang masih berusia 14 tahun) sudah dinikahkan karena alasan ekonomi, budaya, atau kehamilan yang tidak direncanakan.

Sebagai respons atas tingginya angka perkawinan usia anak, pemerintah mengesahkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yang menaikkan usia minimal kawin perempuan menjadi 19 tahun, menyamakan dengan laki-laki. Tujuannya agar perempuan cukup matang secara psikologis dan fisik sebelum menikah, serta mampu menjalani kehidupan rumah tangga yang sehat dan berkelanjutan.

 

Kenapa Harus 19 Tahun?

Kebijakan ini bukan tanpa alasan. Usia 19 dianggap sebagai usia yang lebih matang secara psikologis dan fisik. Menikah di usia ini diharapkan mampu mewujudkan tujuan pernikahan yang sehat, stabil, dan berkelanjutan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa pernikahan di bawah 18 tahun berisiko tinggi terhadap komplikasi kehamilan dan kematian ibu dan bayi. Selain itu, pernikahan usia dini juga kerap memutus akses perempuan terhadap pendidikan dan kesempatan ekonomi. Dengan menaikkan batas usia nikah, pemerintah ingin memastikan bahwa hak-hak anak dan remaja terutama perempuan tetap terlindungi.

 

Respon Positif dari Berbagai Pihak

Banyak organisasi dan tokoh masyarakat menyambut baik kebijakan ini. Misalnya, Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) secara tegas menolak pernikahan anak demi keselamatan ibu dan bayi. Maria Lauranti, Country Director Oxfam in Indonesia, menyatakan bahwa ketika perempuan menikah dalam kondisi siap secara fisik dan mental, akan lahir rumah tangga yang lebih stabil, serta peluang lebih besar bagi perempuan untuk berkarya dan mandiri secara ekonomi.

Dukungan juga datang dari pejabat daerah. Mantan Wali Kota Jakarta Timur, M. Anwar (2019), menekankan pentingnya membina anak sejak dini dan memberikan edukasi tentang risiko menikah terlalu muda.

 

Tapi… Apakah Kebijakan Ini Efektif?

Sayangnya, meskipun UU No. 16 Tahun 2019 sudah berlaku, praktik nikah di bawah umur belum sepenuhnya hilang. Data Mahkamah Agung mencatat ada 65.000 permohonan dispensasi nikah pada tahun 2021, dan 55.000 pada 2022. Artinya, meski batas usia sudah diatur, masyarakat masih banyak yang menempuh jalur dispensasi di pengadilan.

Contohnya di Pengadilan Agama Sumber berdasarkan Rekap Data Jenis Perkara Dispensasi Kawin Tahun 2022 Wilayah Hukum PTA BANDUNG, terdapat 488 perkara dispensasi kawin. Sementara di Pengadilan Agama Tuban, menurut penelitian Muhari (2025), tercatat 245 pasangan muda mengajukan permohonan dispensasi pada 2023 atau sekitar 57% dari total perkara pernikahan. Mayoritas pasangan yang mengajukan permohonan dispensasi nikah berasal dari daerah pedalaman Tubana tau daerah dengan pendapatan minim Berbagai alasan diajukan untuk mendapatkan dispensasi nikah antara lain: adanya kecelakaan sebelum menikah, tradisi yang dianut masyarakat, ekonomi yang rendah dan masih banyak lagi. Jadi sebenarnya kebijakan ini efektif tidak dilaksanakan?

 

Jadi, Apa Solusinya?

Perubahan undang-undang memang langkah awal yang penting, tapi edukasi masyarakat adalah kunci utama. Perlu sinergi antara pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, dan lembaga pendidikan untuk menyosialisasikan pentingnya menunda usia pernikahan demi masa depan anak muda yang lebih sehat dan mandiri.

Jangan hanya berhenti di angka dan aturan hukum, kita perlu membangun pemahaman kolektif bahwa pernikahan bukanlah pelarian dari masalah, tapi komitmen besar yang memerlukan kesiapan lahir dan batin.

 

Referensi:

Muhari Muhari, “Penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 Tentang Perkawinan Terhadap Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Tuban”, Presidensial, Vol. 2, No. 1 (2025): 41-45.

Sachril Agustin Berutu “Komunitas Anti-Kekerasan Perempuan dan Anak Tolak Pernikahan di Bawah Umur.” Diakses pada 14 Mei 2025. Lihat https://news.detik.com/berita/d-4805185/komunitas-anti-kekerasan-perempuan-dan-anak-tolak-pernikahan-di-bawah-umur.

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, “Rekap Data Jenis Perkara Dispensasi Kawin Tahun 2022 Wilayah Hukum PTA BANDUNG.” Diakses pada 14 Mei 2025. Lihat https://kinsatker.badilag.net/JenisPerkara/perkara_persatker_detail/362/49/2022

Leave a Reply